Pagi itu
hawa dingin menyelimuti kami yang masih terlelap dalam tidur. Aku pun terbangun
dan mengucap syukur atas nikmat dan rahmad-Nya kepadaku. Suasana pagi itu
sangat sejuk sesejuk pohon – pohon yang ada di rumah Mbah Jiran. Rumah Mbah
Jiran ini adalah basecamp kami untuk beberapa minggu ke depan. Rumah dengan
arsitektur kuno, berhalaman luas dan di sekelilingnya di tanami bermacam –
macam pepohonan, tak luput di belakang rumah juga ada beberapa tanaman buah. Di
sini Mbah Jiran hanya tinggal bersama istrinya, Mbah Endang. Mereka sosok orang
tua yang humanis, tak lekang oleh usia, semangatnya masih membara, apalagi jika
Mbah Jiran sedang menceritakan masa mudanya. Oouh…. Masa muda yang di penuhi dengan
pretasi. Mbah Jiran dulu adalah seorang guru, sekaligus atlet lari. Sifat
kedisiplinannya masih terlihat walau kulit sudah keriput, dan mata sudah tidak
sejelas dulu. Bu Endang adalah sosok pendamping yang sangat setia, sabar dan
penuh kasih sayang kepada siapapun, tidak terkecuali kepada kami. Rumah ini,
basecamp pertama kami yang tentu saja tidak bisa aku lupakan, bahkan sampai
sekarang.
Saat itu
waktu menunjukkan pukul 06.00 WIB. Setelah Sholat Subuh aku bergegas untuk
antri mandi sebelum teman – teman yang lain bangun. Tak jarang kami sering
berebut untuk mandi duluan. Paling sering aku di serobot oleh mas Warsho, salah
satu teman kami yang senior. Di saat yang lain sedang bergantian mandi, kami
membeli sarapan. Biasanya ketika pagi kami ke pasar Prigi yang letaknya kurang
lebih 500 meter sebelah timur rumah Mbah Jiran. Pasar ini ramai ketika pagi
hari saja. Di sana ada makanan yang khas, tetapi aku lupa namanya, bentuknya
seperti lontong sayur, yang biasa di makan dengan sayur manisah dan peyek. Harganya
cukup ramah di kantong kami, mungkin sekitar 4.000,- saja. Jika tidak ke pasar
Prigi, kami ke warung Mbah Ginah. Sejarah menemukan warung mbah Ginah ini,
awalnya kami memperoleh informasi dari responden, dari mulut ke mulut. Yup, di
sana favorit buat temanku yang bernama Udin, karna citarasanya yang maknyus,
semua masakannya masih di masak memakai pawon (memasak menggunakan kayu bakar),
sistemnya prasmanan, dan harganya ramah banget di kantong.
Selepas
sarapan bersama (untuk makan tim kami memang mengusahakan untuk selalu makan
bersama), kami bergegas untuk mengecek tas masing2, dan kemudian berangkat ke
rumah responden masing – masing. Kali ini aku mendapatkan giliran mengunjungi
rumah salah satu responden yang tidak bisa kami sebutkan namanya, beliau
seorang lansia yang usianya lebih dari 60. Sehari – hari bapak ini membuat
reyeng, ialah keranjang ikan yang terbuat dari bambo yang di bilah – bilah
kemudian di anyam. Beliau bekerja hanya dengan istrinya. Sedangkan anaknya,
bekerja sebagai nelayan. Tak jarang untuk mencukupi kebutuhan sehari – hari,
beliau mencarikan rumput untuk kambing milik tetangganya. Walaupun hasilnya pun
tidak seberapa. Anaknya yang bekerja sebagai nelayan, hasilnya juga tidak
pasti. Untuk musim – musim tertentu, bahkan tidak ada ikan sama sekali untuk di
tangkap. Di luar kesempitan hidup, keluarga ini tampak senantiasa bahagia. Di
tengah – tengah perbincangan kami, ada saja celetuk beliau yang membuat kami
tertawa. Sungguh menyenangkan keluarga ini. Keluarga yang ramah, dan hangat.
Mereka tidak mempermasalahkan kesulitan ekonomi, karena mereka tahu bahwa
rejeki itu sudah di atur oleh-Nya. Tak terasa perbincangan kami pun sudah
sampai jam 14.00, aku berpamitan kepada beliau untuk istirahat sejenak di
basecamp dan malam nanti akan kembali lagi.
Malam pun
tiba, selepas Maghrib, aku menyiapkan beberapa alat kesehatan. Selanjutnya
bergegas ke rumah beliau untuk meneruskan perbincangan kami yang tadi siang
belum selesai. Sesampainya di sana, kami di sambut dengan ramah, dan semua
anggota keluarga sudah berkumpul. Tak jarang di tengah – tengah perbincangan,
beliau menguap tanda mengantuk, aku semangati beliau dengan mengajaknya
bercanda, alakadarnya hehe…. Karna aku pun juga tidak terlalu humoris orangnya.
Dan ssst…. Lampu mati, perbincangan makin seru walaupun lampu mati. Dengan
penerangan seadanya, akhirnya pengumpulan data untuk keluarga ini selesai.
Saatnya pengukuran kesehatan, keluarga sangat antusias, kami pun makin
bersemangat. Dan setelah jam 09.15, semuanya selesai selepas memberikan tanda
terimakasih kami berpamitan pulang….. to be continue