20 Oktober 2012, hari dimana aku akan
menuntaskan kewajibanku menuntut S1 Gizi di sebuah PTN di Malang, Kota
kelahiranku. Pada hari itu juga perasaan bercampur aduk dibenakku. Satu sisi
aku gembira, aku bahagia, karna aku LULUS, dan itu berarti aku telah mewujudkan
cita-cita orangtua aku. Aku melihat senyum mereka, ketika mengantarkan aku.
Begitu besarnya harapan mereka. Dan sekarang lah hari yang mereka nanti-nanti.
Langkahku mantap dan percaya diri. Aku seolah ingin mempersembahkan hadiah
kelulusanku semata-mata untuk mereka.
Sisi lain yang melayang – layang dibenakku.
Apa arti S1? Apakah wisuda ini akan mengubah nasibmu? Lalu apa rencanamu
setelah ini?
Pertanyaan – pertanyaanku sendiri yang tak
bisa ku jawab. Ini lah momok yang banyak ditakutkan mahasiswa setelah lulus.
Banyak diantara mereka binggung mau kemana. Fase dimana seseorang bukan lagi
menyandang nama “Mahasiswa” tapi juga bukan “Pekerja”. Inilah fase dimana
mereka disebut Pengangguran. Ditambah opini masyarakat terhadap sarjana baru
lulus. Harapan mereka yang besar belum bisa diwujudkan seorang sarjana
menjadikan mereka sedikit kecewa dan akhirnya membuat gossip, guncingan yang
seolah memojokkan sarjana, kuliah mahal ga menghasilkan apa-apa.
Itu kenyataan, pada Fase pengangguran,
seorang dengan pendidikan sarjana sekalipun harus siap dengan keadaan di tolak,
diremehkan, Gagal, dan sebagainya. Tapi yang lebih penting dari itu semua
adalah rasa percaya diri dengan kemampuan. Sarjana sesungguhnya sudah dibekali
dengan kemampuan, hanya butuh waktu dan pengalaman untuk mengasah kemampuan
tersebut. Ada yang pernah bilang ini adalah suatu proses, mau tidak mau harus
di lalui, suka tidak suka harus disukai.
Flash back ke belakang, mengingat nyamannya
kuliah. Bangun tidur, berangkat kuliah, mejeng sama temen, tugas kelompok, lalu
pulang. Sehari hari begitu terus. Hal yang monoton tapi jarang orang menyadari
karna memang mereka masih berada di “Comfort Zone”. Lalu lulus dengan riwayat
seperti itu, apa yang bisa dibanggakan????
Untunglah sewaktu kuliah aku masih mengikuti
organisasi. Walaupun bagiku masih kurang optimal dan belum secara maksimal
membentuk softskillku, tapi setidaknya aku punya modal. Rasanya jika mengingat
masa-masa itu, ketika masih ada waktu, harusnya aku masih bisa berkarya lebih
banyak lagii, melihat adik tingkat yang sukses ini itu, terkadang aku sempat
menyesali waktu yang sudah berlalu. Oleh sebab itu, aku semakin mengerti apa
arti waktu. Waktu tak akan kembali, dia akan terus berlalu, dan berlalu. Waktu
membutuhkan orang yang berfikir ke depan. Seorang yang Visioner, bukan orang
yang sibuk mengeluhkan masa-masa di belakangnya. Pandangan itu yang sekarang
slalu aku ingat. Bagi seorang yang visioner, pertanggungjawaban hidup adalah
berkarya. Alangkah baiknya sekecil apapun kesempatan kita gunakan untuk
berkarya. Tak haruslah berkarya yang besar2 dulu, melalukan hal hal kecil
secara konsisten akan menghasilkan hal besar. Dan Hidup adalah tantangan dimana
nyali kita di uji.
Kunci untuk sukses sejak dini adalah
planning, doing, and evaluating yang artinya rencanakan sejak awal apa yang
akan dilakukan, kalau perlu gambarkan dalam bentuk mind map sehingga rencana
itu jelas. Rencana yang jelas akan memudahkan untuk langkah kedua à doing, yang artinya mengerjakan rencana2 itu, segera dan secepatnya.
Jangan tunggu waktu berlalu,,,ingat waktu akan berlalu dan terus berlalu, tidak
ada ceritanya waktu akan menunggu orang yang suka menunda-nunda, yang masih
memikirkan mengapa dilakukan. Yang dibutuhakan adalah orang yang berfikir kapan
akan dilakukan. Baru langkah selanjutnyaà evaluating, yang artinya apa yg sudah kita
lakukan bukan berarti dibiarkan begitu saja, tetapi sebaiknya di evaluasi,
mengapa masih gagal? Mengapa belum optimal? Bagaimana cara lebih baik lagi?,
pemikiran-pemikiran seperti itu yang dibutuhkan untuk maju. Namun, pada
akhirnya, sesungguhnya pengendali waktu itu adalah kita sendiri. Mau
dikendalikan seperti apa itu semua hak kita dan kita bebas menentukannya.